Oleh: Muhamad Redho Al Faritzi
Sejarah Singkat
Pendirian
Persatuan
Islam, atau lebih dikenal dengan Persis, merupakan salah satu organisasi Islam
yang sudah sejak lama hadir di Indonesia. Persis didirikan pada tanggal 12
September 1923 M / 1 Shafar 1342 H di Bandung dan mendapatkan surat pengesahannya dari Directeur
Van Justitie (Badan Kehakiman) Nomor: A 43/30/20 tanggal 24 Agustus 1939.[1]
Rencana
mendirikan Persis diawali dengan kegiatan diskusi-diskusi tentang Islam oleh
beberapa orang, diantaranya Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, yang dimana
kedua orang inilah yang mendirikan Persis. Oleh karena itu untuk memperluas
diskusi-diskusi itu, maka didirikanlah Persis.[2]
Haji
Zamzam dan Haji Muhammad Yunus sebenarnya adalah pedagang biasa, tetapi
keduanya masih punya kesempatan dan waktu untuk memperdalam pengetahuan tentang
agama Islam. Haji Zamzam (1894-1952) pernah menghabiskan waktunya selama tiga
setengah tahun untuk belajar di Lembaga Dar al-Ulum Mekkah. Sekembalinya dari
Mekkah ia menjadi guru di Darul Muta’allimin, sebuah sekolah agama di Bandung
sekitar 1910-an dan mempunyai hubungan dengan Syekh Ahmad Soorkati dari
Al-Irsyad di Jakarta. Sedangkan Muhammad Yunus, yang memperoleh pendidikan
agama secara tradisional namun pandai berbahasa Arab, tidak pernah mengajar, ia
hanya berdagang, tetapi minatnya dalam mempelajari agama Islam tidak pernah
hilang. Kekayaannya menyanggupkan ia untuk membeli kitab-kitab yang
diperlukannya, juga untuk para anggota Persis setelah organisasi itu didirikan.[3]
Nama
Persatuan Islam itu sendiri diberikan dengan maksud mengarahkan ruh ijtihad dan
jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang
sesuai dengan kehendak organisasi yaitu: Persatuan pemikiran Islam, Persatuan
rasa Islam, Persatuan usaha Islam, dan Persatuan suara Islam. Bertitik tolak dari
persatuan pemikiran, rasa, usaha, dan suara Islam itu maka jam’iyah atau
organisasi itu dinamakan ‘Persatuan Islam’ (Persis).[4]
Tujuan dan
cita-cita Persis diwujudkan dalam Rencana Jihad sebagaimana tercantum dalam
Qanun Asasi (Anggaran Dasar) Persis Bab II Pasal 1 tentang rencana jihad umum
sebagai berikut:
1.
Mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan
Al-Qur’an dan As-Sunnah;
2.
Menghidupkan ruhul jihad dalam kalangan umat
Islam;
3.
Membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, taqlid dan
syrik dalam kalangan umat Islam;
4.
Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah
Islamiyah kepada segenap lapangan masyarakat;
5.
Mengadakan, memelihara, dan memakmurkan
mesjid, surau, dan langgar serta tempat ibadah lainnya untuk memimpin
peribadatan umat Islam menurut sunnah nabi yang sebenarnya menuju kehidupan
taqwa;
6.
Mendirikan pesantren atau madrasah untuk
mendidik putera-putera Islam dengan dasar Al-Qur’an dan Sunnah;
7.
Menerbitkan kitab, buku, majalah dan
siaran-siaran lainnya guna mempertinggi kecerdasan kaum muslimin dalam segala
lapangan ilmu pengetahuan;
8. Mengadakan
dan memelihara hubungan yang baik dengan segenap organisasi dan gerakan Islam
di Indonesia dan seluruh dunia Islam, menuju terwujudnya persatuan alam Islami.[5]
Penyebaran
paham yang dilakukan oleh Persis, yakni paham pemurnian ajaran Islam dengan
mengembalikan umat kepada tuntutan Al-Qur’an dan As-Sunnah, selain dilakukan
melalui forum perdebatan dan penerbitan majalah-majalah, dilakukan pula melalui
kegiatan tablig dan khotbah di berbagai daerah yang dimotori oleh para muballig
Persis terkenal pada masa itu, seperti A. Hassan, Muhammad Yunus, Muhammad Zamzam,
E. Abdurrahman, Fachruddin Al-Khahiri, KHM. Romli, O. Qomaruddin, Abdul Razak,
Abdullah Ahmad, Muhammad Ali, dan H. Azhari.[6]
Ide persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini diilhami
firman Allah dalam Al-Qur'an Surah Ali-Imran ayat 103 :
وَاعْتَصِمُوْا
بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ
عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ
فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ ١٠٣
Berpegangteguhlah
kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan
hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula
ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu
mendapat petunjuk.[7]
Hadis Nabi SAW yang memerintahkan pentingnya persatuan.
يدُ
اللهِ مع الجماعةِ
“Kekuatan
Allah itu beserta jamaah.”[8]
Kedua dasar
inilah yang menjadi moto Persis dan ditulis dalam lambang Persis yang berbentuk
lingkaran bintang bersudut 12.
Dalam perkembangannya,
konsep persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini dituangkan Persis
melalui gerakan pendidikan Islam dan dakwah. Persis juga berusaha menegakkan
ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid’ah.[9]
Masa Perkembangan Persatuan Islam
Aktivitas Dakwah
Untuk
meluaskan jalan dakwahnya, Persis mendirikan beberapa otonom yang itu berada di
bawah jam’iyyah Persis saat ini, di antaranya adalah: Persatuan Islam Istri
(Persistri), Pemuda Persis, Pemudi Persis, serta Himpunan Mahasiswa Persis
(HIMA PERSIS) dan Himpunan Mahasiswi Persis (HIMI PERSIS).[10]
Adapun Pimpinan
Jam’iyah PERSIS itu sendiri terdiri dari: (1) Pimpinan Pusat, ialah Pimpinan
PERSIS tingkat Nasional. (2) Pimpinan Wilayah, ialah Pimpinan PERSIS di tingkat
Provinsi. (3) Pimpinan Daerah, ialah Pimpinan PERSIS di tingkat Kabupaten/Kota.
(4) Pimpinan Cabang, ialah Pimpinan PERSIS di tingkat Kecamatan. (5) Pimpinan
Ranting, ialah Pimpinan PERSIS di tingkat Desa/ Kelurahan. (6) Pimpinan
Jama’ah, ialah Pimpinan PERSIS di lingkungan pemukiman. (7) Pimpinan Cabang
Istimewa, ialah Pimpinan PERSIS di Luar Negeri.[11]
Untuk
menyebarkan cita-cita dan pikiran-pikirannya, Persis melakukan berbagai
kegiatan, antara lain mempublikasikan hasil-hasil diskusi dan pikiran-pikiran
tokoh Persis terutama melalui penerbitan, menyelenggarakan debat-debat dengan
pihak-pihak yang dianggap bersebarangan pemikiran, dan mendirikan lembaga-
lembaga pendidikan.
Selama enam
tahun Pembela Islam telah terbit 71 kali. Penerbitan periodikal lain selain
Pembela Islam adalah al-Fatwa dan al-Lisan memuat
koleksi artikel menonjol dari Pembela Islam diterbitkan. Tahun 1939 menyusul
diterbitkan majalah al-Hikam. Penerbitan periodikal lain selain Pembela Islam
adalah al-Fatwa, al-Lisan, at-Taqwa, Lasjkar Islam, dan al-Hikam.[12]
Selain
menerbitkan majalah-majalah berkala, Persis pun menerbitkan buku-buku yang
berkaitan dengan masalah keagamaan. Buku-buku yang diterbitkan umumnya karangan
A. Hassan dan beberapa tokoh Persis lain seperti M. Natsir. Buku-buku agama
yang diterbitkan meliputi berbagai tema keagamaan seperti aqidah, fiqh ibadah
dan muamalah, tafsir, hadits, etika, bahasa Arab, dan hasil-hasil tanya jawab
di majalah-majalah serta bantahan terhadap karangan-karangan tokoh lain yang
dianggap berseberangan pikiran.
Buku-buku
Persis yang sampai saat ini masih banyak dibaca dan dijadikan rujukan antara
lain Tafsir al-Furqan, Terjemah Bulughul Maram, Sual Jawab jilid I-IV,
Pengajaran Shalat, dan sebagainya.[13]
Aktivitas Pendidikan
Pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat penting. Setiap organisasi atau bahkan setiap
orang memerlukan sebuah pendidikan. Sama halnya dengan Organisasi Persatuan Islam. Persatuan Islam tidak hanya bergerak dalam bidang dakwah, ekonomi atau
sosial-kemasyarakatan saja, tetapi ia bergerak dalam bidang pendidikan juga.[14]
Pendidikan dari Persis itu sendiri dinamai dengan Pesantren Persis. Tujuan dari
Pesantren ini pun disebutkan dalam Qanoen Pesantren Persatoean Islam Bandung
1936, Fasal ke 3, Tarich Berdiri dan Nama, yaitu :
Pesanteren ini,
toedjoeannja semata-mata hendak mengeloearkan moeballigh-moeballigh dengan
mengadjarkan bahasa Arab dan alat-alatnja dan ilmoe-ilmoe agama Islam jang
perloe, dan sedikit-sedikit dari peladjaran-peladjaran agama-agama lain, dan
sedikit dari ilmoe menghitoeng. Djiografi, ilmoe alam dan lain-lain ilmoe
kedoeniaan jang akan menolong seorang moeballigh di dalam pekerdjaannja
bertabligh.[15]
Pesantren
Persis ini pada awalnya hanya diselenggarakan pada ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan
secara pribadi anggota Persis dan bukan dari organisasi Persis itu sendiri.
Selain itu, Persis menyediakan Madrasah untuk tingkat anak-anak anggota Persis
yang berfokus pada pengajaran masalah-masalah agama. Kemudian pada tahun 1927, dibentuk
kelompok diskusi pemuda Islam yang dipimpin oleh A. Hassan. Diskusi ini
dihadiri oleh M. Natsir, Rusbandi, Fakhruddin Al-Kahiri, Caya, dan lain-lain.[16]
Sekitar tahun 1930, Persis memiliki lembaga pendidikan yang diberi nama
"Pendidikan Islam" (Pendis) yang didirikan oleh M. Natsir saat itu.[17]
Namun sekolah ini akhirnya dibubarkan pada saat pendudukan Jepang tahun 1942.
Maka pada bulan
Maret 1936, A. Hassan berinsiatif mendirikan sebuah lembaga pendidikan di
Bandung dengan diberi nama "Pesantren Persatuan Islam". Keputusan ini
diambil setelah diadakan pertemuan di Masjid Persatuan Islam Jl. Pangeran
Soemedang, Bandung pada bulan itu juga, yaitu bulan Maret.[18]
Pada saat inilah, Persis mulai memiliki dan mengembangkan Lembaga Pendidikan. Lembaga
pendidikan terakhir inilah yang bertahan sampai masa-masa berikutnya hingga
Persis dikenal pula sebagai salah satu “produsen” ahli-ahli agama di kalangan
kelompok modernis.
Wal-Llahu A'lam
DAFTAR
PUSTAKA
Bachtiar, Tiar Anwar. Sejarah Pesantren Persis : Pembentukan Tradisi,
Adaptasi, Dan Perubahan. Bandung: Persis Pers, 2023.
Bachtiar, Tiar
Anwar, and M Isa Anshory. Memahami Sejarah Indonesia (Perspektif Baru
Membaca Indonesia). Bogor: Dewan Dakwah Islamiyah, n.d.
PP.Persis. Qanun
Asasi Dan Qanun Dakhili Persatuan Islam. Bandung, 2015.
Rosidin, Dedeng.
“Pendidikan Dalam Persatuan Islam,” n.d.
Suidat. Sejarah
Nasional Indonesia Untuk Pelajar. Depok: Penerbit Yayasan Pendidikan Islam
At-Taqwa Depok, 2020.
Wildan, Dadan. Anatomi
Gerakan Dakwah Persatuan Islam. Tangerang Selatan: Amana Publishing, 2015.
Zuraya, Nidia.
“Persis Dan Pemurnian Islam,” 2012.
https://khazanah.republika.co.id/berita/m990ky/persis-dan-pemurnian-islam-3.
[1]
PP.Persis, Qanun Asasi Dan Qanun Dakhili
Persatuan Islam (Bandung, 2015), hlm.3
[2]
Suidat, Sejarah Nasional Indonesia
Untuk Pelajar (Depok: Penerbit Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Depok,
2020), hlm. 70
[3]
Dadan Wildan, Anatomi Gerakan Dakwah
Persatuan Islam (Tangerang Selatan: Amana Publishing, 2015), hlm. 34
[4]
Wildan, hlm. 36
[5]
PP.Persis, hlm. 6-7
[6]
Wildan, hlm. 61-62
[7]
Q.S Ali-Imran [3] : 103
[8]
H.R At-Tirmidzi
[9]
Nidia Zuraya, ‘Persis Dan Pemurnian Islam’, 2012
[10]QA
QD, Ibid, hlm. 9
[11]
QA QD, Ibid, hlm. 6
[12]
Tiar Anwar Bachtiar and M Isa Anshory, Memahami
Sejarah Indonesia (Perspektif Baru Membaca Indonesia) (Bogor: Dewan Dakwah
Islamiyah, n.d.).
[13]
Bachtiar and Anshory.
[14]
Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, Bandung : PP.Persis 2015,
hlm 16
[15]
Dedeng Rosidin, dalam makalah ‘Pendidikan Dalam Persatuan Islam’.
[16]
Tiar Anwar Bachtiar, Sejarah
Pesantren Persis : Pembentukan Tradisi, Adaptasi, Dan Perubahan (Bandung:
Persis Pers, 2023), hlm. 20
[17]
Pendis ini tidak secara resmi menjadi bagian rencana program pendidikan Persis,
mengingat sifat organisasi saat itu tidak diarahkan ke arah sana. Meski
demikian, hubungannya sangat erat dengan organisasi Persis. Karena orang-orang
yang mempelopori dan mengajar di Pendis adalah para Aktivis Persatuan Islam.
(Lihat Tiar Anwar Bachtiar, Sejarah
Pesantren Persis : Pembentukan Tradisi, Adaptasi, Dan Perubahan (Bandung:
Persis Pers, 2023), hlm. 27)
[18]
Bachtiar, hlm. 28
Sumber Foto: kearipan.com
Editor: Muhammad Dini Syauqi Al Madani
Penulis: Muhamad Redho Al Faritzi
Comments
Post a Comment