Islamisasi vs Globalisasi: Bagaimana Al-Attas Menantang Hegemoni Barat dalam Ranah Intelektual

 

Oleh: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Globalisasi telah membawa banyak perubahan di berbagai bidang kehidupan, mulai dari teknologi, ekonomi, hingga pendidikan. Banyak orang percaya bahwa globalisasi adalah proses yang menyatukan dunia, membawa kemajuan, dan membuka akses informasi tanpa batas. Namun, tidak semua pandangan setuju dengan narasi ini, terutama ketika berbicara soal bagaimana globalisasi memengaruhi cara kita berpikir dan memahami pengetahuan.

Salah satu tokoh yang cukup kritis terhadap globalisasi adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas, seorang cendekiawan Muslim asal Malaysia yang terkenal dengan konsep "Islamisasi Pengetahuan". Al-Attas melihat bahwa globalisasi bukan hanya tentang pertukaran budaya atau ekonomi, tapi juga tentang hegemoni, kekuasaan dominan yang dipegang oleh Barat dalam menentukan standar ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan. Baginya, globalisasi sering kali memaksa negara-negara dan budaya lain untuk menerima pandangan hidup Barat sebagai kebenaran mutlak.

Apa itu Islamisasi Pengetahuan?

Islamisasi Pengetahuan adalah gagasan yang diusulkan oleh Al-Attas sebagai respons terhadap dominasi pemikiran Barat di dunia ilmu pengetahuan. Menurut Al-Attas, ilmu pengetahuan modern yang didominasi oleh Barat mengandung unsur sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari dan dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Padahal, dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan seharusnya tidak terpisah dari nilai-nilai spiritual dan moral yang diajarkan oleh agama.

Islamisasi pengetahuan, dalam pandangan Al-Attas, berarti mengembalikan ilmu pengetahuan kepada akar-akar Islam. Ini bukan berarti menolak semua ilmu pengetahuan modern, tetapi merekonstruksinya dengan pandangan dunia Islam yang lebih komprehensif, di mana aspek-aspek spiritual dan etika mendapat tempat yang penting. Ia menegaskan bahwa Islam memiliki pandangan hidup tersendiri yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan, yang didasarkan pada keyakinan kepada Tuhan dan wahyu-Nya.

Mengapa Al-Attas Menantang Globalisasi?

Dalam konteks globalisasi, Al-Attas melihat adanya upaya untuk menjadikan nilai-nilai dan pandangan hidup Barat sebagai standar universal yang harus diikuti semua orang. Proses ini secara tidak langsung melemahkan tradisi intelektual Islam yang kaya dan mendalam. Dalam dunia pendidikan misalnya, kurikulum yang sering diadopsi oleh negara-negara Muslim adalah turunan dari sistem pendidikan Barat yang sekuler, yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan.

Al-Attas percaya bahwa Islam memiliki tradisi intelektual yang kuat dan berbeda dari Barat. Dalam tradisi ini, pengetahuan tidak hanya dilihat sebagai cara untuk memahami dunia fisik, tapi juga sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Menurut Al-Attas, globalisasi yang didorong oleh Barat sering kali mengabaikan dimensi spiritual ini dan mempromosikan pandangan hidup yang materialistis dan sekuler.

Bagaimana Islamisasi Menantang Hegemoni Barat?

Islamisasi pengetahuan tidak hanya sekadar konsep akademik, tetapi juga sebuah gerakan untuk menghidupkan kembali warisan intelektual Islam yang berakar pada nilai-nilai agama. Dalam upaya ini, Al-Attas menekankan pentingnya membangun sistem pendidikan yang didasarkan pada pandangan dunia Islam. Ia mengusulkan agar kurikulum pendidikan di negara-negara Muslim disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip Islam, sehingga generasi mendatang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki landasan moral dan spiritual yang kuat.

Dengan kata lain, Islamisasi pengetahuan adalah upaya untuk menghadirkan alternatif intelektual terhadap dominasi pemikiran Barat. Al-Attas tidak bermaksud untuk menolak segala sesuatu yang datang dari Barat, tetapi ia ingin agar umat Islam mampu berpikir secara kritis dan membedakan mana yang sesuai dengan ajaran Islam dan mana yang tidak.

Kesimpulan

Gagasan Al-Attas tentang Islamisasi Pengetahuan menawarkan cara berpikir yang berbeda di tengah arus globalisasi yang cenderung mendominasi dengan nilai-nilai Barat. Dalam pandangannya, globalisasi seharusnya tidak menghilangkan identitas intelektual dan spiritual umat Islam. Justru, ini adalah kesempatan untuk menegaskan kembali pentingnya memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama dalam membangun peradaban yang lebih bermakna. Di era globalisasi ini, Islamisasi pengetahuan bisa menjadi kunci untuk melawan hegemoni Barat dan membangun fondasi intelektual yang lebih kuat dan independen bagi umat Islam.

Dengan demikian, pemikiran Al-Attas mengajarkan kita untuk tidak hanya menerima globalisasi begitu saja, tetapi juga untuk mempertimbangkan kembali apa yang kita anggap sebagai pengetahuan dan bagaimana nilai-nilai agama tetap relevan dalam dunia modern ini.



Sumber Foto: artikula.id

Editor: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Penulis: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Comments