Menembus Tirai Kegelapan: Bagaimana Said Nursi Mengubah Nasib Spiritual Turki di Tengah Kekuatan Sekuler

 

Oleh: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Dunia Islam memiliki sejarah pemikiran yang kaya, salah satunya adalah Said Nursi, tokoh besar yang hidup di masa kritis ketika Kekaisaran Turki Utsmani mulai mengalami kemunduran. Pada saat itu, sebagian besar negara-negara Islam dijajah oleh Barat, dan banyak cendekiawan serta pemimpin Utsmani yang terpengaruh oleh budaya Barat. Nursi lahir di tengah situasi penuh tantangan ini, namun dengan kebijaksanaan dan pemikiran mendalam, ia mampu menghadirkan solusi untuk menjaga Islam di tengah gempuran sekularisme.

Pada awal keterlibatannya dalam pemerintahan Utsmani, Said Nursi memiliki harapan besar bahwa kekhalifahan ini bisa bangkit kembali. Ia bahkan mengajukan ide-ide pembaruan kepada Sultan Utsmani, namun ia segera menyadari bahwa banyak elit Turki Utsmani kehilangan kepercayaan diri, dan memilih meniru Barat secara membabi buta. Melihat kenyataan ini, Said Nursi memutuskan untuk fokus pada penguatan iman sebagai solusi paling fundamental bagi umat Muslim kala itu. Menurutnya, iman adalah sumber kekuatan terbesar bagi kebangkitan dunia Islam.

Fokus pada Iman dan Ilmu

Said Nursi tidak menolak politik, tetapi ia percaya bahwa kebangkitan Islam tidak bisa hanya melalui kekuatan politik saja. Ia menekankan bahwa umat Islam membutuhkan langkah baru yang berfokus pada energi yang datang dari iman, ilmu, dan pemikiran. Dengan menguatkan iman, Said Nursi yakin bahwa umat Islam bisa menghadapi berbagai tantangan, termasuk penetrasi pemikiran Barat yang semakin menguat.

Lebih dari sekadar teori, Nursi juga dikenal dengan konsistensi antara pemikiran dan tindakannya. Sepanjang hidupnya, ia terus berusaha membela dan melestarikan ajaran Islam, meski menghadapi berbagai tantangan dari rezim sekuler di Turki.

Kehidupan dan Pemikiran Said Nursi

Said Nursi, yang lahir pada tahun 1876 di Desa Nurs, Bitlis, Turki, berasal dari keluarga sufi Kurdi. Pendidikan awalnya ia dapatkan dari orang tuanya, yang menanamkan disiplin dan kasih sayang dalam dirinya. Di usia sembilan tahun, ia mulai mencari ilmu ke berbagai tempat, dan dengan cepat menguasai berbagai cabang ilmu agama dan sains modern. Nursi mampu memahami kitab-kitab klasik Islam serta ilmu-ilmu modern seperti matematika, fisika, dan filsafat. Hal ini memberinya perspektif luas yang menjadi dasar pemikirannya dalam mengintegrasikan ilmu agama dan sains.

Said Nursi meyakini bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh jauhnya mereka dari ilmu pengetahuan modern. Untuk itu, ia ingin mendirikan institusi pendidikan yang memadukan ilmu agama dengan ilmu modern, namun usahanya ditolak oleh Sultan Abdul Hamid. Meskipun begitu, Nursi tetap teguh pada visinya dan terus memperjuangkan integrasi ilmu ini.

Perjuangan Melawan Sekularisme

Ketika Kekaisaran Turki Utsmani runtuh dan Republik Turki dibentuk oleh Mustafa Kemal Atatürk, serangan terhadap simbol-simbol dan institusi Islam semakin gencar. Atatürk menerapkan kebijakan sekularisasi yang menghapus pengaruh Islam dari berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, hukum, dan budaya. Dalam situasi ini, Said Nursi tetap konsisten dengan perlawanan kulturalnya. Meskipun ia diasingkan dan dipenjara berulang kali, ia tidak pernah berhenti menulis dan mengajar.

Melalui karya terkenalnya, Risalah Nur, Nursi membangun kesadaran di kalangan masyarakat Turki agar tidak tergerus oleh budaya Barat. Karyanya ini menyebar luas di kalangan rakyat jelata, pedagang, dan petani, menjadi simbol perlawanan kultural terhadap sekularisme. Salah satu kontribusi terbesar Risalah Nur adalah menjaga keberlangsungan ajaran Islam dan tulisan Arab di Turki yang hampir dihapus oleh kebijakan sekularisasi Atatürk.

Warisan yang Abadi

Meskipun menghadapi penindasan dari pemerintah sekuler, Said Nursi tidak pernah menyerah. Tekadnya untuk mempertahankan Islam di Turki tercermin dari gerakan Nurcu, sebuah kelompok yang dibentuk dari pengaruh Risalah Nur dan terus hidup hingga sekarang. Perjuangannya menunjukkan bahwa meskipun politik dan kekuasaan bisa berubah, iman dan ilmu tetap menjadi pondasi utama dalam menghadapi tantangan zaman.

Dengan meninggalkan karya dan gerakan yang terus hidup, Said Nursi menunjukkan bagaimana kekuatan pemikiran dan keimanan dapat bertahan meski di tengah-tengah badai sekularisasi. Warisannya masih relevan hingga saat ini, menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tetap memegang teguh iman dan ilmu sebagai kunci kebangkitan umat Islam.

Dari sini kemudian dapat diketahui bahwasannya sejarah Turki mencerminkan perjalanan panjang yang penuh liku, di mana pergeseran kekuasaan dan ideologi telah membentuk wajahnya. Selama berabad-abad, Dinasti Turki Utsmani menjadi lambang kejayaan Islam di wilayah tersebut, menyumbangkan berbagai pencapaian dalam ekonomi, pendidikan, dan arsitektur. Namun, seiring dengan bangkitnya kekuatan Barat dan kemunduran internal, dinasti ini menghadapi tantangan berat yang akhirnya mengakibatkan perubahan besar dalam struktur pemerintahan.

Said Nursi, sebagai salah satu pemikir besar dalam sejarah Islam, muncul di tengah turbulensi ini dengan visi yang tajam dan komitmen yang kuat untuk melestarikan nilai-nilai Islam. Terlahir pada masa ketika Turki Utsmani berjuang melawan penjajahan Barat dan kemunduran internal, Nursi melihat bahwa solusi untuk menyelamatkan umat Islam bukanlah dengan menolak kemajuan, tetapi dengan menyelaraskan ilmu pengetahuan modern dengan ajaran agama.

Karya monumental Nursi, Risalah an-Nur, tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan ajaran Islam di tengah arus sekularisasi yang mengancam, tetapi juga untuk membangkitkan kesadaran spiritual di kalangan umat Muslim. Di tengah segala kesulitan—pengasingan, penahanan, dan ancaman—Nursi tetap teguh pada misinya untuk memelihara dan menyebarkan nilai-nilai iman.

Melalui tulisan-tulisannya, Nursi tidak hanya menentang penghapusan simbol-simbol Islam dan penerapan kebijakan sekular, tetapi juga berusaha menjembatani antara ilmu pengetahuan modern dan spiritualitas Islam. Usahanya membuktikan bahwa di tengah gelombang perubahan yang menghancurkan, ada ruang untuk mempertahankan dan memperkuat iman.

Said Nursi meninggalkan warisan yang tak ternilai, di mana Risalah an-Nur terus berfungsi sebagai sumber inspirasi dan pengetahuan bagi generasi-generasi berikutnya. Warisan ini mengajarkan kita bahwa meski dalam kondisi yang paling sulit sekalipun, tekad dan kecerdasan dapat menyelamatkan dan memperkuat nilai-nilai yang kita hargai.

Dengan semangatnya yang tak tergoyahkan, Badiuzzaman Said Nursi tidak hanya menantang tantangan zamannya tetapi juga menyebarkan sinar keimanan di tengah kegelapan sekularisasi. Kontribusinya membuktikan bahwa dengan keberanian, kesabaran, dan kebijaksanaan, kita dapat mengatasi segala rintangan dan memastikan bahwa nilai-nilai luhur tetap hidup dan relevan dalam setiap era.



Sumber Foto: risaleenglish.com

Tag: #islam #nursi #sekuler #pemikiran #teologi #lingkarsandyakal

Editor: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Penulis: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Comments