Oleh: Muhammad Dini Syauqi Al Madani
Angelika Neuwirth adalah
seorang peneliti asal Jerman yang dikenal karena pendekatannya yang unik
terhadap Al-Qur'an. Alih-alih melihat teks ini hanya dari sudut pandang
teologi, ia menggabungkan sejarah dan sastra dalam memahami konsep ketuhanan
yang disampaikan oleh Al-Qur'an. Jadi, bagaimana sebenarnya Neuwirth memandang
Tuhan dalam Al-Qur'an, dan apa yang membuat pendekatannya berbeda dari yang
lain?
Monoteisme
sebagai Gagasan Revolusioner
Menurut Neuwirth, salah satu
hal yang paling menonjol dari Al-Qur'an adalah gagasan monoteisme (keesaan
Tuhan). Pada masa itu, masyarakat Arab menyembah banyak dewa, dan hadirnya
Al-Qur'an membawa ide bahwa hanya ada satu Tuhan yang berkuasa atas alam
semesta, yaitu Allah. Ini bukan hanya perubahan spiritual, tetapi juga sosial,
karena mengubah cara pandang masyarakat tentang kehidupan, kekuasaan, dan
tanggung jawab moral.
Monoteisme yang dibawa oleh
Al-Qur'an tidak muncul begitu saja. Neuwirth berpendapat bahwa ada pengaruh
kuat dari tradisi Yahudi dan Kristen yang juga menganut konsep ketuhanan yang
tunggal. Namun, Al-Qur'an memberikan ciri khas tersendiri dengan penekanan pada
keesaan Tuhan secara mutlak (tauhid), yaitu Allah tidak dapat disamakan dengan apa pun
dan siapa pun.
Tuhan
dalam Sejarah Manusia
Neuwirth juga melihat Allah
dalam Al-Qur'an sebagai "Tuhan sejarah." Maksudnya, Tuhan
tidak hanya menciptakan dunia dan kemudian membiarkannya berjalan sendiri,
tetapi juga terlibat aktif dalam sejarah manusia. Allah mengirimkan para nabi,
memberikan petunjuk, dan mengatur jalannya sejarah umat manusia. Melalui
kisah-kisah para nabi, seperti Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa, Neuwirth
menunjukkan bagaimana Al-Qur'an menggambarkan Allah yang selalu hadir untuk
membimbing manusia menuju kebaikan.
Hubungan
Dekat antara Tuhan dan Manusia
Dalam pandangan Al-Qur'an,
Allah tidak hanya jauh dan transenden, tetapi juga dekat dan peduli terhadap
ciptaan-Nya. Neuwirth menyoroti bahwa hubungan antara Tuhan dan manusia sangat
personal dalam Al-Qur'an. Allah sering disebut dengan sifat-sifat yang penuh
kasih, seperti Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha
Penyayang). Ini menekankan bahwa meskipun Allah adalah Tuhan yang sangat
berkuasa, Dia juga peduli dan memberikan rahmat-Nya kepada siapa pun yang mau
berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.
Ketuhanan
dalam Bahasa Sastra
Salah satu aspek yang menarik
dari kajian Neuwirth adalah bagaimana ia menekankan bahwa Al-Qur'an tidak hanya
berisi petunjuk spiritual, tetapi juga sebuah karya sastra yang penuh dengan
keindahan bahasa. Menurutnya, Al-Qur'an menggunakan gaya bahasa yang sangat
puitis untuk menggambarkan Tuhan. Metafora, ritme, dan struktur bahasa dalam
Al-Qur'an berfungsi untuk menyentuh perasaan dan pikiran para pendengarnya. Hal
ini membuat konsep ketuhanan yang disampaikan menjadi lebih hidup dan dekat
dengan pembacanya.
Kesimpulan
Dari
beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwasannya Angelika Neuwirth memberikan
kita cara baru untuk melihat Allah dalam Al-Qur'an. Bagi Neuwirth, Tuhan dalam
Al-Qur'an bukanlah sosok yang jauh dan tak terjangkau, tetapi Tuhan yang aktif
dalam sejarah manusia dan dekat dengan hamba-Nya. Dengan pendekatan sejarah dan
sastra, Neuwirth mengajak kita untuk melihat bagaimana Al-Qur'an menyampaikan
konsep ketuhanan yang begitu kaya dan penuh makna, baik secara spiritual maupun
sosial.
Pendekatan Neuwirth yang
menggabungkan sejarah, budaya, dan bahasa membuat kita semakin memahami betapa
dalamnya makna ketuhanan yang disampaikan oleh Al-Qur'an. Tuhan tidak hanya
hadir dalam keimanan kita, tetapi juga dalam sejarah, kehidupan sehari-hari,
dan bahkan dalam keindahan bahasa yang kita baca.
Comments
Post a Comment