Oleh: Muhammad Dini Syauqi Al Madani
Tanah, elemen yang seringkali dianggap remeh dalam
kehidupan sehari-hari, ternyata menyimpan kedalaman yang tak terhingga. Bukan
sekadar lapisan fisik yang menopang kehidupan, tanah merupakan simbol dari
segala yang tersembunyi dan yang perlahan tumbuh dari dasar. Ia menjadi
metafora bagi jiwa manusia, yang juga kerap kali menyembunyikan
kekuatan-kekuatan tak tampak yang hanya bisa dimengerti dengan perenungan dan
pengalaman mendalam.
Di bawah kaki kita, ia menyimpan segala yang perlu untuk
kehidupan. Ia adalah wadah yang menyuburkan, yang memberikan ruang bagi
akar-akarnya untuk merambat, yang membentuk fondasi bagi tumbuhnya segala macam
bentuk kehidupan. Namun, ia juga mengajarkan kita tentang keterhubungan yang
dalam antara dunia luar dan dunia batin kita. Seperti akar yang tumbuh menembus
kedalaman bumi, jiwa kita pun terhubung dengan realitas yang lebih dalam, yang
tidak selalu tampak oleh mata kasat.
Filosofi tanah mengajarkan kita tentang keberlanjutan. Ia
tidak hanya menyediakan sumber daya alam yang tak terhingga, tetapi juga
mengingatkan kita tentang keterbatasan dan kebutuhan akan keseimbangan. Seperti
halnya dalam hidup, ia memberikan segala yang kita butuhkan, namun ia juga
membutuhkan perhatian dan perawatan agar tetap subur. Tanpa penghargaan terhadap
tanah, kehidupan akan hilang, begitu pula dengan jiwa manusia, yang memerlukan
perawatan, refleksi, dan kesadaran diri agar tetap tumbuh dan berkembang.
Ia juga mengandung makna tentang kerendahan hati. Ia
tidak pernah membanggakan dirinya meskipun menyediakan segala yang dibutuhkan
oleh makhluk hidup. Ia hanya diam, memberikan ruang bagi kehidupan untuk tumbuh
dengan caranya sendiri. Begitu juga jiwa manusia, yang sering kali tidak perlu
diungkapkan dengan kata-kata, namun kesahajaannya menuntun pada ketenangan
batin dan kedamaian sejati.
Namun, tanah juga berbicara tentang perubahan. Seperti
tanah yang terkadang mengalami kerusakan, kehilangan unsur hara, atau tererosi,
begitu juga jiwa manusia yang terkadang terkontaminasi oleh hal-hal negatif,
dan membutuhkan pemulihan. Proses pemulihan ini, seperti tanah yang dipupuk
kembali, membutuhkan waktu, kesabaran, dan perenungan. Ia mengajarkan kita
bahwa segala sesuatu yang berharga, termasuk keseimbangan jiwa, membutuhkan
waktu untuk berkembang dan kembali pada kondisi terbaiknya.
Ia juga memunculkan pertanyaan tentang asal-usul kita.
Dari mana kita berasal? Ke mana kita akan kembali? Filosofi tanah menggugah
kita untuk mengingat bahwa kehidupan ini adalah siklus yang berkelanjutan. Kita
berasal dari tanah dan akan kembali menjadi bagian dari tanah. Dari sinilah,
tanah menjadi saksi bisu perjalanan hidup kita, mulai dari kelahiran hingga
kematian. Ia mengingatkan kita untuk hidup dengan penuh kesadaran akan waktu,
agar kita bisa memberikan manfaat kepada kehidupan yang lebih besar.
Dalam setiap lapisannya, terkandung potensi untuk
pertumbuhan, perubahan, dan kebijaksanaan. Ia mengajarkan kita untuk tidak
hanya melihat permukaan, tetapi juga untuk menyelami kedalamannya. Ia
mengingatkan kita bahwa kehidupan, seperti tanah, tidak selalu tampak jelas,
namun selalu ada kekuatan tersembunyi yang memandu perjalanan kita.
Tanah, dengan segala filosofi yang dikandungnya, adalah
pelajaran kehidupan yang tidak bisa kita abaikan. Ia adalah simbol dari
ketenangan yang berasal dari kedalaman, dari kesuburan yang lahir dari
kebijaksanaan yang terkadang hanya bisa dipahami oleh mereka yang berani
menggali jauh ke dalam, baik itu dalam alam maupun dalam jiwa manusia.
Sumber Gambar: agrifuture.com.au
Penulis: Muhammad Dini Syauqi Al Madani
Editor: Muhammad Dini Syauqi Al Madani
Comments
Post a Comment