Agama Tak Pernah Mati: Membaca Ulang Tesis Sekularisasi Bersama José Casanova

 

Oleh: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Di antara gegap gempita wacana sekularisasi, nama José Casanova menjadi penanda penting. Bagi sebagian besar sosiolog, sekularisasi adalah keniscayaan modernitas. Namun, José hadir bukan untuk sekadar menyanggah, tetapi untuk “memperumit” persoalan. Baginya, sekularisasi tidak otomatis menjadi kelanjutan dari modernisasi. Ini adalah tesis yang muncul pada tahun 1994 melalui karyanya Public Religions in the Modern World, tepat di saat banyak orang mulai merasakan bahwa anggapan agama meredup di era modern ternyata jauh dari kenyataan.

Kehadiran revolusi Iran, bangkitnya evangelikalisme di Amerika Serikat, dan gerakan Solidaritas di Polandia hanyalah beberapa contoh betapa agama justru menjadi bagian integral dalam kehidupan publik. José tidak hanya mempersoalkan hubungan agama dengan negara, tetapi juga menelusuri asal-usul dikotomi antara “religius” dan “sekuler” itu sendiri. Dikotomi yang oleh banyak akademisi Barat dianggap wajar, padahal akarnya berasal dari kerangka pikir dunia Kristen abad pertengahan.

Pandangan ini menjadi angin segar bagi kajian agama di banyak wilayah, termasuk di Tiongkok. Sebab di sana, apa yang disebut agama tidak mudah dikurung dalam dua kotak: sekuler dan religius. Banyak yang justru menyatu dalam jejaring budaya, tidak terpisah tegas seperti yang dibayangkan para sarjana Barat. Dan di sinilah letak kekuatan José, yaitu menantang kejumudan dikotomi, menunjukkan bahwa agama tetap menjadi denyut nadi kehidupan sosial, meski modernitas terus berjalan.

Banyak akademisi yang dulu memegang teguh tesis sekularisasi kini mulai membuka mata. Mereka menyadari, yang disebut “yang sakral” ternyata tidak lenyap, tetapi tetap hadir dalam berbagai wujud yang sering luput dari pengamatan. Termasuk dalam respons komunitas beragama terhadap isu-isu publik. Seperti di Oxford Refugee Study Center, tempat para peneliti kini baru menyadari bahwa aktor-aktor kunci dalam membantu para pengungsi justru datang dari komunitas keagamaan. Dan ini semua tak lepas dari sumbangsih pemikiran José.

Pada akhirnya, yang ditawarkan José Casanova bukanlah jawaban sederhana, melainkan pertanyaan-pertanyaan baru: Apakah agama benar-benar sekadar residu masa lalu? Apakah modernitas memang anti-agama? Ataukah justru agama akan selalu menemukan cara menjadi bagian dari denyut zaman, merumuskan kembali relevansinya, dan berdialog dengan dunia sekuler yang tak pernah benar-benar steril dari makna-makna sakral?

Pertanyaan-pertanyaan itu menantang kita untuk tidak puas dengan definisi kaku, tidak terjebak pada dikotomi yang membelenggu. Karena seperti yang diyakini José, agama bukan hanya soal ritus dan keyakinan, tapi juga soal bagaimana manusia, dalam segala kompleksitasnya, menegosiasikan makna dan nilai di tengah dunia yang terus berubah.

Tulisan ini merupakan hasil penjelasan dalam sebuah video yang berjudul “José Casanova: Challenging the Secularization Thesis”.

Berikut link videonya: (745) José Casanova: Challenging the Secularization Thesis - YouTube

Sumber Foto: Berkley Center

Reviewer: Muhammad Dini Syauqi Al Madani

Penulis: Muhammad Dini Syauqi Al Madani


Comments